Dahulu, ada orang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil bernama Juraij. Setiap hari ia menyepi di sebuah kuil peribadatannya. Suatu hari tatkala ia menunaikan shalat, ibunya datang dan memanggilnya, “Juraij, kemarilah!” Juraij kebingungan, dalam hatinya berkata, “Apakah aku harus menjawab panggilan ibu, ataukah harus meneruskan shalatku.?”
“Wahai Juraij anakku, di mana engkau?” kedua kalinya ibu Juraij memanggil. Juraij bertambah bingung, mana yang harus ia pilih. Menjawab panggilan ibu atau meneruskan shalat. Dengan suara lebih keras ibunya masih berteriak memanggil anaknya, “Di mana engkau Juraij, ke sini dulu!” Kali ini Juraij benar-benar kebingungan, antara memenuhi panggilan ibunya dan meneruskan shalat. Pada akhirnya dia memutuskan untuk memilih melanjutkan shalatnya.
Karena tidak memenuhi panggilannya, si ibu merasa tersinggung, hingga terlanjur mengutuk anaknya, “Ya Allah, janganlah Engkau memanggilnya ke haribaan-Mu kecuali setelah dia dipermalukan wanita pelacur!” Dengan perasaan kesal dan sedih sang ibu kembali ke rumah.
Suatu ketika, ada wanita berparas cantik mengadu kepada Sang Raja, “Wahai Sang Raja, aku telah melahirkan seorang anak.” Lantas Sang Raja bertanya, “Dari siapakah engkau mempunyai anak?” Wanita itu menjawab, “Dari Juraij.” Sang Raja sangat murka, dan menyuruh orang untuk menangkap Juraij, untuk di hadapkan kepadanya, dan memerintahkan agar kuilnya dihancurkan. Orang pun datang berbondong-bondong untuk menghancurkan kuil Juraij , sehingga rata dengan tanah.
Dengan berjalan kaki dan kedua tangan diikat pada leher, Juraij di hadapkan pada Sang Raja, melewati kerumunan para pelacur. Namun Juraij tampak kalem, tenang dan tersenym. Lantas Sang Raja bertanya, “Wahai Juraij, wanita ini menuduhmu telah menghamilinya. Dia mengatakan bahwa anaknya adalah anakmu.” Juraij menoleh kepada si pelacur, seraya bertanya, “Apakah benar tuduhanmu, bahwa aku telah menggaulimu?” “Ya, tentu saja benar,” jawab pelacur itu dengan tegas.
Kemudian Juraij menanyakan di mana bayi itu dan menghampirinya. Ia menekan bagian pusar perut si bayi dan bertanya, “Siapakah ayahmu, wahai anak manis?” Tiba-tiba bayi itu menjawab, “Penggembala sapi.” Semua yang hadir terperanjat menyaksikan keanehan tersebut, serta merasa sangat bersalah kepada Juraij, terutama Sang Raja. Dengan rasa menyesal Sang Raja menawarkan akan membangun kembali kuilnya dengan bahan dari emas atau perak. Tapi Juraij menolak, ia hanya meminta agar kuilnya dibangun seperti sedia kala, sewaktu belum dihancurkan.
Lantas Sang Raja memerintahkan untuk membangun kuil Juraij kembali seperti semula dan bertanya, “Mengapa kamu menerima kenyataan ini dengan tersenyum, wahai Juraij? Bahkan ketika ditonton oleh para pelacur pun kamu kelihatan tenang dan tetap menghadirkan senyuman?”
“Ketika itu aku baru sadar, bahwa do’a ibuku telah dikabulkan Allah,” jawab Juraij. Kemudian Juraij menceritakan apa yang telah terjadi atas dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar